Ad Code

Responsive Advertisement

Breaking News

6/recent/ticker-posts

Resume Expo Peduli Autisme 2008


Hari sudah menjelang sore ketika aku sampai di bandara Soekarno-Hatta Jakarta, perjalanan tiga jam dari Bandung terasa semakin menyiksa setelah melihat papan pengumuman kedatangan yang menerangkan bahwa pendaratan pesawat Sriwijaya Air yang mengangkut anggota team Expo Peduli Autisme 2008 dari Palangka Raya mengalami keterlambatan 1 jam 40 menit, memang di negara ini susah sekali mencari sesuatu yang benar-benar on time !!!
Tepat pukul setengah lima sore aku bertemu dengan ibu ( bu Lilis ) yang notabene adalah ibu mertuaku sekaligus pimpinan rombongan, beliau tidak datang sendirian. Bersamanya ada pula bu Susi terapis di sekolah ibu yang katanya baru sekali ini ke Jakarta naik pesawat ( yang merasa kalimat ini sebuah celaan berarti hatinya penuh hasud, hayo!) ditemani oleh mama Axel. Tanpa basa basi yang berarti kami semua langsung berangkat menuju hotel tempat menginap. Anggota team yang lain ada yang baru menyusul besok ( mama Raihan dan mas Tomo) sedangkan mama Taja meskipun datang bareng bu Lilis beliau menginap di tempat yang lain.
Diperjalanan aku menyaksikan begitu padat dan sumpeknya kehidupan Jakarta di sore hari, ya Tuhan kota ini makin bertambah semrawut aja dari hari ke hari. Di mata bu Susi hal ini sayang untuk dilewatkan jadi kunikmati saja semua ocehannya kepada mama Axel semenjak dari bandara hingga pada suatu ketika kendaraan kami terjebak macet hingga bu Susi bertanya kepada supir taksi,”Pak  kenapa mobil ini tidak lewat jalan tol aja?” Aku tertawa mendengar ocehan bu Susi tersebut, karena pertanyaan tersebut dilontarkan beberapa menit setelah kami keluar dari pintu tol. Tapi aku paham kenapa bu Susi sampai bertanya seperti itu, sebagai orang yang lama di daerah, asumsinya tentang jalan tol adalah jalan yang bebas hambatan dan dulu itu memang benar. Hanya sekarang beda jalan tol dengan jalan biasa hanya pada traffic lightnya ( ada dan tidak ada lampu merahnya) tapi keduanya punya kesamaan dewasa ini yakni sama-sama macet. Bu Susi tidak menyangka bahwa sepanjang jalan dari bandara yang kami lewati dengan tersendat-sendat tadi adalah jalan tol dan jalan yang kami lalui sekarang dengan kemacetan total ini adalah jalan biasa yang juga dilalui oleh motor. Sudah ah ngomongin Jakarta ama bu Susi, kita kembali aja ke Expo Peduli Autisme 2008, tujuan kami semua berkumpul di sini.
Setelah bermalam sehari di hotel dan mandi air hangat serta sarapan pagi yang lezat, kami semua siap tempur untuk mengikuti Expo Peduli Autisme 2008 yang akan dibuka pada jam 09.00 wib. Saat itu baru pukul 08.10 ketika kami berjalan ke Graha Sucofindo tempat berlangsungnya acara namun aku kembali mengutuk udara Jakarta yang sudah penuh polusi dari knalpot kendaraan bermotor dari berbagai jenis sepagi ini. Acara belum dimulai ketika kami sampai, maklum kami datang sebelum jam 09.00. Masih ada waktu untuk sekedar berjalan – jalan melihat pameran yang diadakan oleh panitia Expo Peduli Autisme 2008. Dan ibu sambil menunggu pembukaan acara mulai bergerilya mencari barang – barang yang dipesan dan sekiranya bermanfaat buatnya.
Kembali masalah on time ( tepat waktu) menjadi issue yang dibahas pada pembukaan acara ini, ngaret sejam, sial betul kapan negara ini bisa disiplin dalam masalah waktu, ini acara tingkat nasional loh, masak acara di daerah lebih disiplin soal waktu. Selain itu ada pendaftaran ulang peserta yang membuatku bingung dan lebih membingungkan lagi ketika panitia mengatakan bahwa keesokan harinya daftar ulang tetap dilakukan. Jadi meskipun pembayaran untuk mengikuti acara ini cuma sekali tapi kami harus mendaftar tiga kali guna dapat mengikuti acara Expo Peduli Autisme 2008. Sekali di tempat kami masing-masing dan dua kali di tempat Expo Peduli Autisme 2008. Sampai tulisan ini dibaca aku masih belum mendapatkan alasan logis kenapa hal ini harus dilakukan. Tapi sudahlah hal itu tidak begitu penting untuk dibahas.
Di arena pameran dan bazar di pajang semua barang yang berasal dan untuk anak – anak autis tersedia. Dari lukisan dan foto-foto keberhasilan beberapa anak-anak autis, suplemen untuk anak autis, makanan aman bagi anak autis, mainan yang menunjang kekreativitasan dalam menstimulus anak autis, peralatan dapur bebas racun khusus buat anak autis, sampai alat-alat terapi bagi anak autis dari balon udara hingga terapi oksigen.
Tak lama setelah menemani ibu berbelanja, mas Tomo ( kakak iparku ) datang dari Surabaya nyaris berbarengan dengan kedatangan ibu mentri kesehatan yang kemudian membuka acara ini tepat pukul 10.00 wib (weksss... molor sejam).
Expo Peduli Autisme 2008 pun dibuka, setelahnya kami disuguhi berbagai atraksi dari anak-anak autis mulai dari membaca puisi, bermain biola, hingga bermain sandiwara yang dibantu alat peraga. Hehehe ternyata anak-anak autis ini kalo tidak sedangtantrum boleh juga, bahkan lebih jago dari aku, saluuttt..
Inti dari acara Expo Peduli Autisme 2008 adalah serangkaian seminar yang bertujuan untuk mengenalkan apa dan bagaimana autis itu bisa ada pada diri seseorang berserta apa yang harus dilakukan oleh para orang tua ketika mengetahui anaknya mengidap sindrome autisme. Sayangnya sebagian besar dari seminar ini tidak begitu pas dengan khalayak umum, setidaknya begitulah menurutku. Semua seminar pada hari pertama di isi oleh dokter yang ahli di bidangnya, namun presentasi yang mereka berikan menurutku lebih layak mereka paparkan di hadapan dokter –dokter yang lain yang tidak mengerti autis dibandingkan para peserta seminar yang notabene terapis, orang tua dari anak autis hingga peminat masalah autis seperti aku ini. Wuihhh isi makalahnya penuh istilah kedokteran tanpa ada penjelasan yang mudah sehingga membuatku menjadi kelihatan lebih tua sepuluh tahun karena dari siang sampai sore hari wajahku terus berkerut karena tidak mengerti secara utuh. Apes deh, jauh-jauh dari Bandung kalo cuma dapat segini mendingan tidur. Tapi aku masih merasa beruntung jika teringat bu Susi dan mama Axel, mereka datang dari seberang pulau bro! Bagaimana dengan ibu??? Hmmm kayaknya beliau rada-rada ngarti tuh, gak ada keluhan yang keluar dari lisannya. Sedangkan aku dari pagi sampai sore gak berhenti menggerutu dari mulai udara panas Jakarta yang penuh polusi dari pagi tadi, ruang seminar yang jadi sangat dingin karena ac, isi seminar yang bikin puyeng, kinerja panitia yang terlihat sangat newbie (masih baru dalam buat sebuah event) sampai penyitaan handycam oleh bu Dyah Puspita yang bikin aku dongkol hingga berakhirnya acara ini, ke depan kuharap kesalah pahaman ini bisa diluruskan oleh ibu, karena hampir disetiap kesempatan bu Dyah berbicara, masalah handycam itu selalu disinggung. Bagiku merekam acara yang kami lakukan itu tidak akan terjadi kalau dari awal panitia sudah dengan tegas melarang untuk melakukan hal tersebut, buktinya setelah kejadian penyitaan handycam kami, baru muncul larangan untuk membawa handycam ke ruang seminar. Tapi sudahlah kami juga kan yang salah gak perlu diperpanjang, ke depan kami juga harus lebih hati-hati dalam mengapresiasikan keinginan kami.
Seminar yang pertama dibawakan oleh Dr. Ika Widyawati SpKj (K) yang diberi judul, ‘Autisme, gejala dan penanganan’. Sudah kuterangkan di muka bahwa isi seminar ini lebih banyak istilah kedokterannya, meski demikian ada sedikit yang dapat kucerna, bukannya hendak bertindak sok ngerti tapi hanya berniat untuk membagi wawasan saja, ampuni plizz kalo ada salah yah. Berikut ini poin-poinnya;
·        Tidak ada penyebab yang secara khusus yang bisa dijadikan kambing hitam sebagai penyebab adanya sindrom autis pada anak kita dikarenakan begitu banyaknya dan beragam ( kompleks) autis itu bisa terjadi.
·        Autis mengakibatkan munculnya gangguan motorik, ketidak mampuan bersosialisasi, terobsesi pada sebuah benda, kesulitan berkomunikasi, hiperaktif atau bahkan sebaliknya, tidak pernah kontak mata, tidak peka terhadap rasa sakit, menentang perubahan terhadap sebuah rutinitas, tidak empati kepada keadaan di sekitar, mengamuk dan lain –lain ( para terapis pasti lebih ngerti)
·        Tantrum dan hiperkatif adalah bentuk komunikasi dari anak autis yang bisa diartikan sebagai penolakan, para terapis dimohon untuk lebih bijak ( tidak cepat naik darah atau panik hehehehe...) jika berhadapan dengan anak autis yang sedang memperagakannya.
·        Autis tidak bisa dinormalkan secara utuh, yang bisa dilakukan hanya mengatur dan membantu anak autis agar mampu setidaknya mengurangi efek buruk dari autis yang ada padanya.
·        Harus dilakukan terapi secara berjenjang sesuai dengan diagnosa yang sudah diberikan guna mengurangi efek buruk yang ditimbulkan autis.
·        Bagi para orang tua diharapkan untuk saling memberikan support bukannya saling bersaing dan menjelekkan anak orang lain.
Seminar kedua tentang gangguan motorik pada anak autis yang di isi oleh Dr. Hardiono menerangkan mengenai munculnya gangguan motorik pada anak autis lebih besar kemungkinannya dibandingkan dengan anak yang tidak autis. Ketidak mampuan berbicara setelah usia tiga tahun merupakan salah satu di antaranya. Selain itu ketidak mampuan menyeimbangkan tangan kanan dan kiri juga. Serta gangguan-gangguan motorik yang lain. Hal ini bisa diminimalisir dengan terapi yang berkala dan teratur, bagi para terapis yang hendak menanggulangi gangguan motorik pada anak autis, disarankan untuk mencari metoda yang pas bagi anak didiknya sehingga si anak dapat dengan nyaman melakukan terapi tersebut tanpa ada paksaan atau ancaman punishmen ( hukuman ), disarankan pula untuk melakukan terapi gerakan yang masuk akal dan dapat dipergunakan dalam kehidupan si anak sehari-hari.
Seminar ketiga tentang faktor alergi pada anak autis disampaikan oleh dr. Dadi Suyoko menerangkan bahwa alergi tidak dapat disembuhkan namun dapat ditekan hingga tidak muncul demikian pula dengan autis yang pada dasarnya tidak dapat disembuhkan secara sempurna hanya dapat diatur supaya perilaku anak autis tidak menyimpang. Alergi juga bukan biang kerok penyebab autis sebagaimana ditenggarai oleh sebagian masyarakat namun keberadaanya dapat memperparah anak yang memiliki autis dalam dirinya. Namun perubahan pola hidup yang tidak sehat juga merupakan salah satu pencetus autis dalam keluarga.
Seminar keempat tentang gangguan pencernaan pada anak autis oleh Dr. Eva Soelaeman menerangkan bahwa begitu kompleksnya penyebab autis menjadikan banyaknya kelainan pada anak dibawah usia tiga tahun mudah sekali didiagnosa menderita autis. Masalah gangguan pencernaan paling sering ditemukan pada anak penderita autis, karena itu diperlukan terapi diet guna mengatasi gangguan pencernaan tersebut di antaranya dengan diet bebas gluten dan casein karena bila kedua zat ini sampai ke otak, keduanya bisa berfungsi layaknya opium. Hal ini bisa terjadi karena kedua zat ini tidak bisa diproses di lambung akibat dari kebocoran pada mukosa usus. Karena itu setiap anak autis harus diperiksa apakah mempunyai kelainan lambung ataukah tidak dikarenakan seringnya penderita autis juga mengalami gangguan pencernaan semacam ini.
Wah berhubung jam sudah setengah satu senin dini hari saatnya untuk rebahan sebentar, besok baru lanjut lagi, gilee capek juga nih abis seminar langsung buat resume...
Minggu 27 April pukul 09.00 pagi, setelah tidur semalaman di Hotel Kaisar, mandi air hangat dan sarapan pagi yang mengenyangkan kami kembali berada di gedung Graha Sucofindo untuk mengantri daftar ulang agar bisa mengikuti seminar hari ke-2 yang merupakan hari terakhir. Ibu kembali bergerilya untuk mengambil pesanan-pesanan yang kemarin tidak ada di bazar. Ketika kutemui untuk mengadukan kesulitan kami mendapat name tag ( tanda pengenal ) karena tidak memiliki bukti pembayaran sehingga dapat menghalangi kami ( aku dan mas Tomo ) untuk mengikuti seminar, ibu sedang asik bercengkrama dengan mama Raihan yang ternyata sudah datang lebih dulu. Hehehe malu juga keduluan orang yang nginapnya lebih jauh dari kami ( mama Raihan nginap di mess Kal-Teng di daerah Kwitang Senen ). Akhirnya masalah kami beres juga setelah sedikit berbasa basi.
Seminar pertama hari ke-2 ini dibuka oleh Dr. Setyo Handryastuti mengenai Perkembangan Otak Janin dan Pengaruh pada Kehamilan yang menerangkan bahwa perkembangan otak pada manusia dimulai ketika ia dalam bentuk janin dan fase ini merupakan fase yang paling dominan dalam perkembangan otak manusia, dan berakhir ketika usia anak mencapai dua tahun. Perkembangan otak ini sangat dipengaruhi oleh faktor internal ( dalam diri individu itu sendiri atau dalam kandungan ibunya ) juga faktor eksternal ( dari luar ). Faktor internal maupun eksternal ini ada yang bersifat positif dan ada juga yang bersifat negatif. Pada anak pengidap autis, sangat rentan terjadi gangguan pada otak anak tersebut yang sebagian besarnya disebabkan oleh faktor genetik ( maksud dari genetik di sini bukan keturunan melainkan terjadinya kelainan itu disebabkan oleh gen dalam diri anak itu sudah membentuk ke arah terjadinya kelainan otak pada dirinya ). Selain itu resiko mengidap autis dari saudara kandung yang autis ternyata cukup besar ( kurang lebih sekitar 2-8 % ). Karena itu untuk mendapatkan anak dengan otak yang optimal bisa diusahakan mulai dari masa pra kehamilan, kehamilan dan sesudah kehamilan hingga anak berusia dua tahun.
Seminar kedua pada hari ke-2 ini dilanjutkan oleh Dr. Melly Budhiman dengan mengenai Meminimalkan Resiko Kehamilan Selanjutnya ( dari ibu yang memiliki anak autis). Pada seminar yang kedua ini bu Melly menerangkan bahwa yang dimaksud dengan gangguan spectrum Autisme adalah suatu ekspresi neurologis terhadap dampak racun-racun dari lingkungan pada anak yang pada dasarnya telah mempunyai kelemahan genetik ( silahkan diartikan masing-masing, aku sendiri rada gak ngerti hehehe....). Dengan demikian bisa diartikan bahwa jika dalam diri seorang anak itu tidak ada kelainan genetik dalam dirinya maka meskipun ada banyak faktor pencetus autis yang ada  pada anak itu tetap tidak akan menyebabkan anak tersebut menderita autis. Sebagian besar pencetus autis tersebut berasal dari racun logam berat seperti merkuri. Bagi para ibu yang sudah dikarunia oleh anak autis, maka pada kehamilan selanjutnya dianjurkan untuk menjauhi segala macam jenis benda/makanan yang bisa menjadi pengantar merkuri ke dalam tubuh. Biasanya merkuri ini banyak terdapat pada ikan laut yang terkontaminasi ( terkena racun ), amalgam ( tambalan yang suka dipakai dokter gigi untuk menambal gigi terdiri dari campuran perak dan merkuri, biasanya berwarna perak keabuan ((for dentist, no offense please!!!)). Untuk meminimalisasikan resiko anak dalam kandungan terkena autis bagi ibu yang sudah memiliki anak autis maka sangat disarankan untuk merencanakan masa kehamilan mereka dengan sangat matang, dimulai dengan melakukan detoksifikasi merkuri ( menghilangkan racun dalam tubuh ibu ) minimal tiga bulan sebelum masa kehamilan, selain itu pada masa kehamilan disarankan untuk menjaga dari segala sesuatu yang bisa menyebabkan merkuri masuk ke dalam tubuh seorang ibu yang hamil, menghindari alkohol, racun-racun pestisida ( sayuran yang disemprot dengan pembasmi hama, sangat disarankan bagi para ibu hamil untuk mengkonsumsi makanan yang bersifat organik ), insektisida ( seperti obat nyamuk semprot ) dan mengkonsumsi banyak zat besi, kalsium, asam folat dan berbagai jenis vitamin.
Ah akhirnya waktu istirahat tiba, aku dengan segera bersama ibu dan mas Tomo meninggalkan ruangan seminar menuju tempat makan siang di warung padang, maklum panggilan alam dah memanggil. Tanpa banyak basa basi aku segera memesan makan dan langsung melahapnya. Tidak lupa pula kupesan minuman khas orang Sumatra ‘teh telor’, ada juga yang bilang teh tarik, ah terserah apa namanya. Yang kutahu rasanya membangkitkan selera dan mencharge tenaga yang hilang meskipun di sini tehnya rada amis gak kayak di Bandung, maklum teh telor itu sederhananya teh dicampur telor bebek mentah yang jadi masak karena dikocok dengan kuat. Setelah selesai kita pun kembali ke tempat seminar.
Seminar ke-3 ini jadi  yang paling menarik karena bersifat studi kasuistik, menceritakan tentang pengalaman para orang tua yang anaknya menderita autis. Di mulai dari DR. Adriana S Ginanjar tentang apa yang dirasakannya ketika pertama kali mengetahui anaknya menderita autis. Rasa tak percaya dengan diagnosa, berpindah-pindah ke ahli yang lain guna mendapatkan diagnosa yang paling ringan, putus asa sampai akhirnya pasrah menerima suratan takdir. Sepertinya hal ini dirasakan oleh semua orang tua yang anaknya mengalami gangguan perkembangan autis, mereka lebih mengerti, mereka lebih merasakan, dan juga mereka dikarunia kesabaran yang luar biasa dibandingkan dengan para orang tua lain pada umumnya. Aku secara pribadi sangat terkagum – kagum dengan pengorbanan yang diberikan para orang tua yang anaknya mengalami gangguan perkembangan autis. Bagiku, orang tua yang anaknya menderita gangguan perkembangan autis, sebenarnya mendapat perhatian lebih dari Tuhan dengan menitipkan anak spesial yang belum tentu mampu ditanggulangi oleh para orang tua pada umumnya.
Selanjutnya adalah masalah cooling sibling. Maksudnya adalah mendinginkan perasaan saudara kandung anak yang mengalami hambatan perkembangan autis. Tidak bisa dipungkiri bahwa pada keluarga yang anaknya mengalami gangguan perkembangan autis, biasanya hampir sebagian besar perhatian seluruh keluarga tercurah pada anak tersebut hingga tanpa disadari saudara kandungnya yang lain sering terabaikan. Hal ini sering kali dialami oleh keluarga yang sudah masuk pada tahap menerima keberadaan anaknya dan dengan berbesar hati siap menyongsong masa depan bersama dengan anaknya. Beberapa hal yang sering dialami oleh saudara kandung bagi anak yang mengalami gangguan perkembangan autis di antaranya, seringkali menjadi korban dari anak autis terutama ketika mereka sedang tantrum ( sering dipukul, dijambak, dicakar dll ), harus banyak mengalah karena sering kali kebutuhan keluarga selalu disesuaikan dengan keadaan anak autis, tidak memiliki teman bermain di rumah, privacy mereka terganggu, mendapatkan tanggung jawab yang berlebih ( karena memiliki saudara autis ) dan lain sebagainya. Perlunya hal ini diperhatikan karena keberadaan sibling ( saudara kandung ) sebenarnya dapat menjadi tenaga tambahan bagi orang tua dalam membantu proses meminimalisasi dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh anak yang mengalami keterhambatan perkembangan ( dapat membantu proses terapi ). Karena itu sangat diperlukan sikap dewasa dan bijaksana yang lebih dari orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan sekaligus anak yang tidak memiliki gangguan perkembangan. Di antaranya dengan bersikap adil, memberikan ruang gerak serta privacy sesuai dengan yang dibutuhkan oleh sibling, memberikan informasi yang lengkap dan utuh kepada sibling serta menghargai usaha yang dilakukan sibling dalam membantu proses terapi sekecil apapun usaha itu dilakukan. Terjadinya persaingan dalam keluarga antara anak yang tidak dan mengalami gangguan perkembangan dalam menerima kasih sayang serta perhatian dari orang tua sebenarnya tidak dapat dihindari, dalam hal ini orang tua dituntut untuk arif dan bijaksana agar dikemudian hari tidak muncul kecemburuan yang berlebihan dari kedua belah pihak.
Ah akhirnya sampai juga pada sesi terakhir, jam sudah menunjukkan pukul 15.30 wib. ketika sesi ini dimulai. Aku sendiri luar biasa berjuang sekuat tenaga untuk menahan rasa kantuk yang melanda, maklumlah selain ac-nya menerpa wajahku dengan cara yang lembut dan terasa sepoi-sepoi ke bagian belakang kepala, sofa empuk yang kududuki dilantai atas ini terasa hangat mendekap diriku. Entang aku sudah berapa kali K.O oleh rasa ngantuk selama mengikuti Expo Peduli Autisme 2008 ini, yang jelas hari ini aku lebih bisa menguasai materi yang diberikan karena sangat sedikit istilah kedokteran yang muncul, karena itu aku bertekad untuk maju terus pantang mundur melawan rasa kantuk meskipun ada juga rasa malu sama panitia yang dari tadi memperhatikanku karena sering bolak balik kayak setrikaan dari ruangan seminar ke wc untuk sekedar menyegarkan wajah biar gak ngantuk.
Sesi terakhir ini diisi oleh bu Dyah Puspita dan bu Hanny Gunawan, tentang pendidikan anak autis ketika memasuki masa remaja dan home schooling bagi anak autis. Namun sayangnya aku lebih banyak K.O. oleh rasa kantuk jadi aku hanya bisa menyimpulkan sebatas yang lewat ditelinga ( mohon maaf teman – teman di LPK Melati Ceria dan para orang tua, aku ini juga manusia biasa yang bisa ngantuk,zzzzz....((tidur di waktu seminar??? Apakah ini gejala yang normal dari seorang manusia ??? atau jangan – jangan ..???))
Bu Dyah Puspita memulai sesi terakhir ini dengan penekanan kepada sifat dan sikap serta karakteristik masing – masing anak autis itu ternyata sangat berbeda. Hal ini pula yang sering kali membuat para ahli dibidang ini kebingungan jika harus mendiagnosa seorang anak hanya dari mendengarkan keterangan orang tua tanpa bisa melakukan studi terhadap prilaku anak secara langsung. Ketika seorang anak autis memasuki masa remaja, dia memiliki prilaku yang sangat normal terhadap perkembangan seksualitasnya namun disalurkan dengan cara yang menyimpang ( tidak jarang ditemui seorang anak autis tantrum jika dia tidak diberikan kesempatan untuk mencium pipi terapis wanitanya ). Jenjang pendidikan bagi anak autis di masa remaja sangat bergantung pada sejauhmana tingkat kecerdasan dan kemampuan anak tersebut dalam berinteraksi, bersosialisasi serta berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.  Bagi anak-anak autis dengan tingkatan kecerdasan yang mumpuni dia dapat menempuh jenjang pendidikan yang berbasis kompetensi ( belajar disiplin ilmu ) dalam jalur pendidikan akademik. Namun bagi yang memiliki kecerdasan yang tidak mumpuni, maka disarankan untuk dididik dengan pendidikan yang dilandaskan kepada penelusuran minat dan bakat yang berujung pada keterampilan kerja yang dapat diandalkan sebagai sumber penghidupan di masa depan. Tentu saja hal ini akan menjadi tepat guna jika para terapis tidak meninggalkan hal – hal yang sangat mendasar pendidikan bermasyarakat, seperti menanamkan pengertian kepada anak autis bahwa mustahil bagi mereka untuk membeli barang yang berharga Rp. 5000,00 jika mereka hanya memiliki uang Rp. 1000,00 atau tidak ada uang sama sekali.
Pola pendidikan yang berlandaskan pada penelusuran minat dan bakat ini sangat bisa dilakukan di mana saja, terutama di rumah ( home schooling ) dengan orang tua sebagai pembimbingnya atau bisa juga tenaga profesional. Karena itu sangat diperlukan kerja sama dan pengertian yang mendalam dari para orang tua mengenai autis dan cara penanganannya, karena tidak selamanya anak kita tetap berusia 7 atau 8 tahun. Pada sesi inilah bu Hanny membagi pengalamannya ketika melakukan proses home schooling bersama putranya yang bernama Daniel. Seusai sesi terakhir ini maka berakhir pula Expo Peduli Autisme 2008 yang diselenggarakan di gedung Graha Sucofindo. Karena itu kami pun pulang setelah mengambil kembali handycam yang disita panitia di hari kemarin.
Berkahir pula tulisan mengenai resume Expo Peduli Autisme 2008 yang ditugaskan kepadaku sebagi litbang pada LPK Melati Ceria bertepatan dengan hari senin pukul 23.50 wib.
Sejujurnya tulisan ini belum tentu sepenuhnya benar namun setidaknya saat ini hanya ini yang bisa kuberikan sebagai oleh – oleh buat teman – teman yang ada di Palangka sebagai wujud pertanggung jawaban atas keikutsertaanku pada acara ini. Terus terang saja, pemahamanku mengenai dunia autis ini tidak lebih baik dari teman – teman yang lain. Sampai berakhirnya acara ini, aku mengambil kesimpulan sementara bahwa tujuan dari semua yang kita lakukan dan usahakan bersama para orang tua tidak lain hanya untuk sekedar berkomunikasi dengan mereka, para anak autis itu. Tidak dipungkiri bahwa kesulitan mereka dalam berkomunikasi membuat mereka terisolasi dalam dunia mereka sendiri dan berkomunikasi dengan kita dengan cara – cara yang dimata kita sering kali dianggap menyimpang dari batas kenormalan. Semoga ke depan, dunia ini jadi makin lebih baik buat mereka dan juga kita.
Udah malam waktunya istirahat, besok harus ke bandara jam 03.00 pagi untuk mengantar ibu pulang ke Palangka, setelah itu aku pun kembali ke Bandung untuk melakukan aktifitas yang lain. Pengalaman mengikuti acara ini sangat berharga dan semoga bisa bertemu lagi dalam kesempatan yang lain.
“kita lakukan apapun yang terbaik buat kita, dan biarkan Allah melakukan sisanya”
Ryzqah Yamin Putra
Litbang LPK. Melati Ceria

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement